Rabu, 06 Mei 2009

STRATEGI MENGHADANG MONOPOLI PASAR PADA PETERNAKAN AYAM BLOILER (STUDI KASUS PADA USAHA PETERNAKAN AYAM BURAS DIPAYAKUMBUH DAN LIMA PULUH KOTA)

Di daerah Lima Puluh Kota dan Payakumbuh yang tersebar di kecamatan Payakumbuh, Mungka, Halaban, Guguak dengan kecamatan Mungka sebagai sentra produksinya usaha peternakan ayam, baik berupa ayam petelur (buras) maupun ayam pedaging yang mana hasil produksinya dijual untuk daerah-daerah Provinsi Sumbar seperti Kota Padang, Bukit Tinggi, Tanah datar, Batu sangkar, Agam, Pasaman dan Provinsi Riau seperti Kota Pekan Baru, daerah Rengat, Ujung Batu dan daerah-daerah lainnya. Jumlah peternakan pada akhir-akhir tahun 2006 mengalami pertumbuhan yang pesat karena usaha ayam tersebut menjanjikan profit margin yang besar dan pengembalian Modal (Break Event Point) relatif cepat. Para peternak ayam tersebut ada yang berskala dibawah 5000 ekor ayam, 5000-10.000 dan 10.000 ke atas. Dari skala tersebut yang paling dominan adalah skala dibawah 5000 ekor ayam, karena modal yang mesti dikeluarkan untuk 1000 ekor ayam saja berkisar 30-40 juta. Sehingga dengan modal yang tebatas maka skala usaha juga kecil.
Pada usaha skala dibawah 5000 ekor ayam kendala kendala yang sekarang ini dihadapi adalah :
1. Harga pakan berupa Pakan Utama yang dipasok langsung dari Provinsi Sumatra Utara tepatnya di kota medan selalu mengalami kelangkaan karena pasokan yang tidak lancar sehingga berdampak pada biaya distribusi ke para peternak mahal (karena jarak yang jauh).
2. Harga telur yang dibeli oleh para pedagang relatif rendah bahkan para peternak rugi karena tidak adanya kelebihan selisih dari harga pakan yang mahal dan harga telur murah.
Fenomena-fenomena tersebut bagi yang skala dibawah 5000 ekor ayam jelas sangat memberatkan dalam menjalankan usahanya, apalagi tidak mempunyai dana cadangan untuk berjaga-jaga sehingga berhutang kepada pedagang.
Sedangkan para peternak yang skala 10.000 tidak rugi menjual telur dengan harga rendah pun karena biaya produksi yang dikeluarkan relatif kecil. Upaya-upaya yang dilakukan peternakan besar ini agar biaya produksi rendah dan mendapat margin laba yang besar adalah :
Membeli sendiri pakan utama ke Medan dengan armada truk sendiri karena rata-rata mereka mampu membeli pakan dalam skala besar dengan kekuatan modal mereka.
Dengan skala jumlah ayam semakin besar biasanya biaya produksi semakin rendah. Seperti pengolahan jagung bulat menjadi tepung jagung yang dilakukan sendiri, dengan membeli mesin penggiling jagung sendiri.
Membeli dedak dengan armada truk mereka sendiri.(biasanya dedak banyak dibeli di batu sangkar/tanah datar).atau ada di antara mereka mempunyai usaha penggilingan padi /heler sendiri, sehingga dedak bisa diperoleh dengan harga murah.
Memasarkan sendiri telur ke daerah-daerah lain karena punya armada truk.

Jadi bagi para peternak yang skala dibawah 5000 ekor ayam kelemahannya terletak pada empat point yang diatas karena kendala dalam modal. Namun hal ini bisa di cari solusinya agar tidak lagi dimonopoli/minimal monopoli pasar dapat dikurangi.
Strateginya adalah meniru 4 langkah langkah tersebut yang diadopsi oleh para peternak ayam yang skala 10.000 ekor ayam. Tetapi mungkin saja terkendala oleh permodalan untuk melakukan langkah-langkah tersebut bukan?. Untuk solusi aspek permodalan tersebut dapat dilakukan dengan membentuk paguyupan atau persatuan yang berbentuk CV sehingga hal yang memberatkan tersebut dapat diatasi dengan baik jika dilakukan dengan fokus. Yang mana dalam upaya ini sebaiknya dipilih seseorang yang layak/ patut dijadikan pemegang pucuk pimpinan dalam menjalankan visioner dengan optimal. Percaya atau tidak upaya ini cukup ampuh untuk membendung persaingan yang tidak seimbang tersebut. Selain itu adalah memperbanyak mitra baik itu dalam distributor pakan utama, mitra di daerah pemasaran dan sebagainya. Dan juga kalau bisa dicari daerah pemasaran telur yang baru agar tidak terjadi kejenuhan pasar yang dimana juga ikut berimbas jatuhnya harga telur tersebut.